Menyajikan sesuatu yang berbeda dari biasanya, Taman Budaya Yogyakarta sukses menggelar kembali Musik Malam pada 12/03 kemarin. Beberapa seniman luar negeri juga ikut terlibat dalam permainan musik improvisasi ini. James Roemer, salah satu performer dari Amerika Serikat yang memainkan musik synthesizer, dapat berkomunikasi dengan musik performer dari Indonesia, walaupun baru bertemu dan berkenalan dalam panggung Musik Malam.

Kombo, tema Musik Malam kali ini adalah agenda rutin yang telah diadakan oleh Rully Shabara (Zoo/Senyawa) sejak beberapa tahun lalu, dan hidup dengan semangat DIY (Do It Yourself) untuk mewadahi segala bentuk eksplorasi bunyi. Rully mengatakan bahwa Kombo ini sangat berguna karena mempertemukan musisi dari berbagai genre untuk saling berkolaborasi murni hanya untuk bermain musik.

Mengutip Ramberto Agozalie (pemain drum), Kombo yang biasa dimainkan dalam lingkup kecil, kini dihadirkan dalam panggung/stage yang besar di Taman Budaya, menjadi sebuah suasana baru yang menarik. Abiyya Ladangku (vokalis) dan Bodhi I.A yang bermain alat musik etnik-elektronik-noise juga mengatakan puas dengan panggung di Taman Budaya. Selain itu ditambahkan pula oleh Ragipta Utama, salah satu performer, bahwa permainan musik di Kombo tidak bisa diulang dengan pola yang sama, karena sifatnya adalah murni improvisasi, sekalipun dapat diulang, akan membutuhkan waktu yang sangat lama. Seakan mengiyakan, dalam permainannya, Aulia Oasenta Harahap mengatakan bahwa sebisa mungkin dia berimprovisasi dan merespon berbagai bunyi dari performer lain dengan memberi batasan pada dirinya sendiri agar tidak membuat pertunjukan menjadi jelek. Kesan unik pasti dirasakan tiap pemain, salah satunya adalah Aoi Tagami, performer dari Chiba, Jepang memberi kesan bahwa dia senang dapat bermain di Kombo karena dapat mengeksplor vokalnya dengan nuansa berbeda dari negara asalnya.

Heri Susilo, salah satu kurator Musik Malam menganggap bahwa secara tematik, Kombo dinilai berhasil mengangkat apresiasi terhadap musik. Mayoritas penonton yang datang adalah penikmat yang benar-benar mengapresiasi musik dengan baik, karena genre ini dinilai terlalu segmented bagi masyarakat awam. Sebagai bagian dari khazanah musik, Heri menambahkan bahwa musik eksperimental adalah genre yang ‘hidup’ di wilayah Jogja. Para pemain saling berdialog dengan segala bunyi yang diciptakan. Heri berpendapat bahwa musik-musik seperti ini juga dibutuhkan oleh Taman Budaya Yogyakarta sebagai salah satu potret ‘jendela’ musik di Yogyakarta.